Jacob Ereste |
Realitanews.co.id, Pecenongan, 5 Mei 2023 - Suhu politik yang semakin memanas menuju Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024, Pemilihan Presiden (Pilres) dan Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) masih memposisikan rakyat sebagai pemilih semacam obyek belum dalam pososisi subyek yang dianggap penting dari sekedar suaranya saja.
Karena itu yang dianggap penting untuk dibicarakan adalah adalan kandidat yang akan maju sebagai peserta dan partai politik sebagai pengusung dari kandidat yang bersangkutan. Meski dalam acara pesta demokrasi yang terkesan masih gamang ini ada pihak penyelenggara yang mesti bagus, jujur dan netral. Dari pihak kandidat serta para pendukung terkesan semakin ugal-ugal dan urakan untuk memenangkan kandidat yang diunggulkan.
Masalahnya adalah jika modal kampanye masih menampilkan keunggulan masing-masing, masihlah bisa ditolerir dengan tetap menyembunyikan kesalahan, kekurangan dan segala keburukan yang bersangkutan. Soalnya, ketika kampanye dilakukan dengan cara menyerang pihak lawan, masalahnya bisa berubah menjadi perseteruan dan pertikaian yang meruncing hingga menimbulkan kegaduhan bahkan kerusuhan.
Agaknya dalam konteks inilah inisiatif dan pemikiran Mayjen TNI AD, Kunto Arief Wibowo acuan hukum harus menjadi acuan dan TNI siap tampil sebagai pihak yang netral. Karena memang demi pertahanan dan keamanan, TNI perlu sedikit maju mengambil posisi netral itu untuk menyelamatkan bangsa dan negara yang bisa terancam keberlangsungannya.
Kegaduhan dan kerusuhan menjelang Pemilu hingga pasca pelaksanaannya pada tahun 2024 memang sangat rentan terjadi, bila menyimak proses persiapan sampai waktu pelaksanaan pesta demokrasi ini yang tidak cukup memberi bekal pada rakyat sebagai bagian dari peserta Pemilu, baik sebagai pendukung, simpatisan, penonton atau sekedar penggembira yang merasa tidak terlalu penting terhadap proses hingga hasil Pemilu itu nanti.
Padahal, kegaduhan dan kerusuhan sangat mungkin dipicu oleh mereka yang merasa bahwa Pemilu tidak menjadi hal yang penting untuk mereka perhatikan dan diikuti secara seksama.
Sikap netral warga masyarakat yang menjadi bagian dari pelaksanaan Pemilu pun sangat mungkin ada yang bersikap netral. Tampaknya, pada warga masyarakat yang bersikap netral ini pula harapan untuk menambah kekuatan para pengawas serta para penjaga dari pelaksanaan Pemilu agar bisa terlaksana dengan baik, jujur dan transparan untuk menegakkan budaya demokrasi yang baik dan sehat, perlu dilakukan bersama semua pihak -- khususnya TNI dan Polri yang harus bersikap netral. Sebab rasa keadilan bagi warga masyarakat pun akan sangat tergantung pada sikap netral aparat bersama KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang bersih, jujur dan tidak berpihak pada salah satu peserta atau mereka yang menjadi kontestan dalam Pemilu Presiden maupun Pemilu Legislatif.
Sesungguhnya, gairah dan semangat segenap warga masyarakat menyambut Pemilu 2024 diantaranya adalah berharap terjadi perubahan yang lebih baik dari kondisi maupun situasi yang terjadi kemarin dan hari ini, sehingga hari esok bisa lebih cerah dan indah yang dapat membahagiakan.
Sementara bagi mereka yang acuh tak acuh pada pelaksanaan Pemilu, karena tidak melihat atau tidak yakin bahwa Pemilu akan mendatangkan perubahan yang lebih baik dari apa yang bisa mereka nikmati sekarang. Meski sesungguhnya banyak hal akan berubah, mulai dari tata kelola negara dan kehidupan berbangsa, boleh jadi akan semakin enak dan mudah, berbagai peluang usaha jadi terbuka, hingga harapan hidup lebih baik dan bermutu semakin meningkat. Maka itu, dari bilik yang lain dapat dipahami bila dari pelaksanaan Pemilu juga ada yang berharap terjadinya pergantian rezim dan melakukan perbaikan sistem dari tata kelola negara yang diharap berdampak baik dan bagus pada tata kelola bangsa hingga dapat menjadi lebih beradab dan memiliki kepribadian yang membanggakan dalam tatanan pergaulan bangsa-bangsa di dunia.
Karena itu, esensi Pemilu pun hendaknya dimaknai sebagai bagian dari upaya pendidikan politik yang elegan bagi rakyat, bukan sekedar untuk memenangkan pertarungan atau cuma untuk merebut kursi kekuasaan yang bisa kembali semena-mena seperti perilaku biadab yang telah mencederai tujuan luhur kemerdekaan bangsa untuk kemudian mendirikan negara kesatuan republik Indonesia yang berasal dari negara beragam bangsa Nusantara. Artinya, bila Pemilu tidak dapat dijadikan bagian dari pembelajaran politik yang santun dan beradab bagi rakyat, maka betapa rugi dan konyolnya bangsa ini harus menanggung biaya yang besar hanya untuk memberi giliran pada penguasa yang tidak mampu melakukan perubahan yang lebih baik untuk rakyat.
Sumber penulis : Jacob Ereste