Realitanews.co.id_KABUPATEN TANGERANG - Kembali nasib Nelayan Kecamatan Kronjo dan Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang, menjerit dan merasa resah akibat ulah beberapa kapal tongkang pengangkut batu bara berlabuh di tempat yang bukan lokasi untuk mereka bersandar.(09/07/2023)
Sementara Ketua DPC HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) Kabupaten Tangerang, H. Abudin kepada Awak Media menjelaskan bahwa sebenarnya hal ini sudah beberapa kali disampaikan kepada pihak PLTU Lontar bahkan pernah diadakan mediasi berberapa waktu lalu yang juga di hadiri oleh pihak perusahaan Kapal Tongkang dan sejumlah Instansi Pemerintah, Namun sampai dengan saat ini, belum ada tanggapan serius dan tindakan tegas baik dari Dinas atau instansi terkait sekali pun," jelasnya
"Lihat saja kini yang dirasakan oleh para nelayan warga sungai Cimanceuri Lontar Mauk dan nelayan Cipasilian Kronjo, mereka merasa ketakutan dan khawatir terjadinya tumpahan batu bara atau tumpahan batu krikilnya yang dapat langsung mencemari dasar laut.bahkan ajan berdampak pada ekosistem terumbu karang yang ada saat ini," ungkap H. Abudin kesal
"Belum lagi kapal tongkang tersebut bersandar atau berlabuh di areal tempat para nelayan tradisional menangkap ikan sehari - hari, karena disitu kedalamannya hanya berkisar antara 6 meter lebih," ucapnya
H.Abudin juga menuturkan, jika selama ini para nelayan juga sesungguhnya ikut serta menjaga kelestarian ekosistem laut atau perairan yang juga merupakan tanggung jawab penguna sumber daya laut," Ungkapnya
Yang sudah menjadi hak nelayan untuk menangkap dan memanfaatkan sumber daya, berupa ikan atau hasil tangkapan laut,” tuturnya.
"Yang jadi pertanyaan Saya jika Draf kapal tersebut hanya kurang lebih 4 meter, tentunya sudah pasti akan mengikis dasar laut, hingga mengakibatkan air keruh sepanjang hilir dan muara akibat di lalui oleh kapal tongkang tersebut."Ini tidak boleh di biarkan, bagaimana nasib para nelayan Tradisional tersebut," tegas H. Abudin
Dan Saya menduga keberadaan kapal - kapal tongkang pengangkut batubara tersebut tak memiliki dokumen yang benar atau memiliki perizinan labuh jangkar yang selama ini harus dimilikinya.
Sementara itu Komar salah satu Nelayan Tradisional menjelaskan, bahwa semenjak kapal tongkang sering berlabuh di area perairan tempat kami menangkap ikan, sangat merugikan sekali terutama bagi kami sebagai warga masyarakat nelayan, karena aktivitas kami sehari - hari untuk menangkap ikan merasa terganggu dan ketakutan.
"Kami para nelayan pada waktu menangkap ikan, seringkali jala penangkap ikan kami tersangkut di kapal. Karena area jala penangkap ikan tersebut berdekatan dengan kapal tongkang yang bersandar tersebut," jelas Komar
Jujur saja kami sangat berterima kasih dan menyambut gembira dengan adanya pembangkit listrik di daerah kami. Namun kami juga berharap kepada pihak perusahaan yang berkepentingan, agar dapat mentaati peraturan yang sudah ada.
Agar kami juga tidak merasa terganggu dalam beraktivitas sehari - hari mencari ikan," ungkapnya.
Oleh karena itu Saya memohon kepada pihak Dinas atau Instansi Pemerintah dan para Stakeholder yang berkepentingan untuk mendengarkan jeritan dan keluh kesah para nelayan tradisional.
Karena jujur saja keberadaan tempat berlabuh atau bersandar kapal tongkang tersebut, sama saja sudah mematikan mata pencarian kami para nelayan kecil penangkap ikan," pungkas Komar mengakhiri.
(Ariyanto)