Foto : |
Kamis, 15 Agustus 2024.
Bahwa suatu keniscayaan dalam rangka menghadapi *ancaman keamanan siber non-teknis* seperti scam, phising, *HOAKS* dan disinformasi, *hal yang paling signifikan diruang digital adalah “Negara” harus memiliki kecakapan digital yang sangat baik*.
Demikian juga hal nya bagi *POLRI harus memiliki kecakapan digital yang sangat baik dan berkualitas*.
Jadi untuk membangun “ketahanan masyarakat digital” tidak hanya dari aspek teknis, tetapi juga *aspek non-teknis* dalam ancaman keamanan siber”.
Strategi dalam menanggulangi hoaks terbagi dalam tiga level:
- Pertama, Di hulu Polri harus melakukan kegiatan (pre-emtif) bersama KemKominfo beserta komunitas lokal, akademisi, masyarakat siber, media, dan pihak swasta *secara masif melakukan kampanye, kelas pendidikan dan pelatihan literasi digital melalui Gerakan Nasional Literasi Digital”*
Peningkatan literasi digital tersebut menjadi salah satu *fondasi utama dan solusi berkelanjutan untuk membangun ketahanan masyarakat terhadap hoaks.*
- Kedua(middle stream), *Polri secara aktif memantau dan melakukan upaya penindakan (preventif) atas peredaran konten berbahaya di internet.*
Dalam hal ini Polri bekerjasama dengan KemKominfo menggunakan mesin crawling KemKominfo melalui Tim AIS Ditjen Aptika dapat mengidentifikasi peredaran hoaks di media sosial,”
yang terkait konten hoaks dari empat media sosial di Indonesia, yaitu Instagram, Facebook, Twitter dan YouTube.
- Ketiga (down stream), Polri bersama KemKominfo melakukan upaya penegakan hukum (represif) untuk diproses oleh Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri).
Selain itu, guna mengantisipasi maraknya hoaks pada Pilkada serentak 2024, Polri harus berkolaborasi dengan KOMINFO, KPU dan BAWASLU.
Untuk membangun ketahanan siber di seluruh negeri tidak hanya untuk kepentingan Polri dan Pemerintah, *”Namun merupakan langkah kita bersama untuk mendidik, serta menyebarkan kesadaran untuk memastikan pemahaman yang lebih baik tentang ancaman dunia maya yang muncul saat ini di lingkungan masyarakat”*.
Dari hasil diskusi kami dengan tokoh- tokoh Pers dan pakar komunikasi, diketahui, untuk merumuskan langkah-langkah yang perlu dilakukan Polri dalam menanggulangi hoaks di media sosial, perlu lebih dahulu diketahui beberapa jenis hoaks, antara lain sebagai berikut:
1. *Hoaks yang sengaja dirancang dan disebarkan* yang nyata-nyata semata-mata dengan maksud yang buruk. Misal membuat hoaks “ada sepasang orang pribumi dipukul dan diperkosa oleh kelompok ethnis tertentu”. Tujuannya agar terjadi huru hara dan kerusuhan sosial. Padahal hal itu tidak pernah terjadi. Video mungkin diambil dari kejadian lain di negara lain. Ini salah satu jenis *hoaks yang paling jahat*.
2. *Hoaks yang dibuat khusus untuk melakukan penipuan.* Misal “mengabarkan seseorang memenangkan hadiah ratusan juta.” Tapi harus membayar pajak lebih dahulu, atau memberi DP. Atau mengatakan paket kita tidak dapat diambil karena ada masalah kriminal dan sebagai, pada ujung-ujungnya untuk penipuan.
3. *Hoaks yang juga mengandung penipuan*, tetapi dengan teknis pengurasan harta atau uang penerimanya. Misalnya surat undangan dengan jenis APK. Begitu undangan dibuka, seluruh rekening kita dapat diakses dan dapat langsung dikuras.
4. *Hoaks yang dilahirkan untuk mendiskriminasikan bahkan membunuh karakter* seseorang karena persaingan antara perorangan atau kelompok.
5. *Hampir sama dengan hoaks penipuan* (poin kedua), pada hoaks yang ini terjadi juga penyesatan informasi, tapi ruang lingkupnya persaingan bisnis. Misal beberapa produk seolah-olah semuanya sudah diuji dilaboratorium, semuanya mengandung zat yang berbahaya, dan hanya satu yang aman. Produk yang membuatnya yang disebut paling aman. Padahal sebenarnya tidak demikian.
6. *Hoaks dibuat yang tujuannya hanya ingin dianggap paling cepat mewartakan sebuah kejadian atau berita*. Tanpa konfirmasi lagi langsung difoward atau ditayangkan. Padahal informasi yang segera disebarkan itu tidak tepat. Akibatnya beritanya kemana-mana.
Jenis-jenis hoaks :
1. Hanya melalui teks.
2. Melalui teks dan narasi
3. Melalui teks, narasi dan video.
4. Melalui teks, narasi dan video yang sudah dibuat dengan bantuan artifisial intelegen(AI).
Berdasarkan hal-hal tersebut penangan hoaks mencakup pencegahan dan penindakan.
A. Pencegahan
1. Harus lebih dahulu membantu literasi kepada masyarakat agar berhati-hati-hati dalam menerima informasi yang tidak jelas atau meragukan. Jangan langsung percaya kepada informasi yang tidak jelas, provokatif dan menghasut.Tanpa adanya edukasi soal ini sulit diharapkan masyarakat mengetahui dan patuh dan menghindari pembuatan hoaks.
2. Harus ditekankan yang penting adalah ketepatan bukan kecepatan menyebarkan informasi.
3. Jika memungkinkan dapat menyediakan sentral, baik dalam bentuk aplikasi maupun personal yang dapat segera memberitahu masyarakat apakah sebuah berita hoaks atau tidak.
4. Bekerjasama sama dengan Kemenkominfo dan lembaga terkait lainnya untuk soal informasi dan pencegahan hoaks.
5. Menyediakan akses pengaduan dari masyarakat dalam soal adanya hoaks. Sentral Pengaduan yang mudah diakses, ramah, dapat dipercaya menampung pengaduan. Sentra pengaduan masyarakat yang bersifat fisik sudah harus diimbangi dengan setra pengaduan yang bersifat online.
B. Penindakan
1. Polri harus membuat atau menentukan “rating” atau peringkat atau golongan tingkat hoaks dari yang paling jahat (sengaja menciptakan kerusuhan) sampai yang paling relatif rendah (sekedar mefoward sebuah berita agar mau disebut cepat dan sebagainya). Semakin jahat latar belakang hoaks semakin menjadi prioritas ditangani Polri.
2. Di era digital, Polri sebaiknya sudah memikirkan adanya sentra pengaduan terhadap hoaks melalui aplikasi online, dan jika ada pengaduan atau pelaporan soal hoaks yang penting Polri segera dapat mengambil tindakan dengan menindaklanjuti laporan tersebut.
3. Polri harus sudah memiliki peralatan yang canggih untuk memantau dan atau melacak lokus (tempat) dan tempos (waktu) hoaks dibuat. Peralatan harus terus diperbaharui mengikuti perkembangan zaman. Dengan alat ini polisi dapat mengetahui debut informasi hoaks atau tidak, hasil rekayasa atau tidak.
4. Divisi siber tidak lagi bersikap pasif menerima laporan-laporan di bidang siber, tetapi sudah harus dapat lebih aktif menangani tindakan pidana hoaks di dunia online termasuk siber.
(Red/Icha)